MISTIK MENURUT AJARAN ROHANI
SANTO IGNASIUS DARI ANTIOKHIA
Ketika ia menjabat sebagai uskup di Antiokhia, umat kristiani sering dipengaruhi oleh aliran sesat (Docetisme) dan kekuasaan Kaisar Romawi yang sewenang-wenang. Ignasius merupakan seorang uskup yang menjadi figur untuk diteladani oleh umat kristiani. Maka, Kaisar berusaha untuk menghukum mati Ignasius karena mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi pertumbuhan iman umat akan Yesus Kristus. Kaisar berpikir bahwa dengan menghukum mati Ignasius, maka ia dengan mudah menindas umat kristiani.
Ignasius akhirnya dihukum mati karena kesetiaan imannya akan Yesus Kristus pada masa pemerintahan Kaisar Trajanus (98-117). Ia dibawa ke Roma untuk diadili. Kaisar memutuskan agar ia dijadikan santapan binatang buas. Sebelum dihukum mati banyak umatnya yang berjuang agar ia dibebaskan. Tetapi ia menolak perjuangan mereka. Ia mengatakan, “Aku ini gandum Kristus yang harus digiling oleh geraham binatang buas menjadi roti murni”.[1] Dalam perjalanannya ke Roma, ia menulis tujuh buah surat kepada umat kristiani di Efesus, Magnesia, Tralles, Philadelphia, Smyrna, kepada Polycarpus uskup Smyrna, dan yang paling penting adalah kepada Gereja di Roma.
Surat-surat ini berisikan tentang kenangan akan hidup dan pekerjaannya, ucapan terima kasih kepada umat atas simpati yang diberikan kepadanya, juga nasihat agar umat tetap bersatu dengan Pemimpin Gereja dan menjauhkan diri dari berbagai macam aliran sesat, bersatu dalam iman dan kurban, dan nasihat untuk berani menjadi martir.[2]
Ignasius sungguh-sungguh hidup bersatu dengan Yesus. Karena itu, ia tidak mau agar ia berpisah dengan Yesus sampai kapan pun. Karena imannya akan Yesus, ia mati sebagai martir. Persatuannya dengan Yesus Kristus merupakan sebuah ajaran tentang hidup mistik. Karena itu, kami memilih judul paper ini: Mistik Menurut Santo Ignasius dari Antiokhia. Tulisan ini mau membahas ajaran rohani Santo Ignasius dari Antiokhia tentang mistik.
2. Hidup Mistik menurut Ajaran Rohani St. Ignasius dari Antiokhia
Seperti yang terungkap di atas, St. Ignasius menulis surat kepada jemaatnya. Ada banyak hal penting yang ditekankannya agar diperhatikan sekaligus dipraktekan. Dari banyak hal penting itu salah satunya adalah soal hidup mistik. Dia menekankan ini tentu bukan tanpa alasan. Hidup jemaatnya yang jauh dari persatuan dengan Kristus terungkap secara implisit dalam suratnya, seperti perpecahan dalam jemaat, ketakutan untuk menjadi martir Kristus (surat Roma), dan mengimani ajaran sesat (surat Efesus, Roma. Magnesia, Tralles).
Adapun gambaran hidup mistik yang dianjurkan oleh St. Ignasius untuk dihayati jemaatnya adalah sebagai berikut:[3] Pertama, meniru Kristus. Dalam kehidupannya, Santo Ignasius selalu berupaya untuk meniru Kristus. Penghayatan yang sama sangat diinginkan Ignasius untuk dilakukan oleh jemaatnya. Ia menginginkan agar jemaatnya mengenakan prinsip-prinsip dan keutamaan-keutamaan Kristus. Seperti Kristus telah meniru Bapa-Nya, kita pun diajak untuk meniru Kristus (surat Philadelphia 7:2). Kata meniru di sini bukan hanya berarti ketaatan pada hukum-hukum moral, bukan pula hidup yang tidak bertentangan dengan ajaran Kristus melainkan juga dengan menyelaraskan diri khususnya dengan sengsara dan kematian-Nya. Menyelaraskan diri dengan sengsara dan kematian Yesus Kristus adalah hal yang sangat diinginkan oleh Ignasius untuk dipraktekkan dalam jemaat. Konkretnya terungkap dalam tindakan kemartiran. Ini ditegaskannya dalam surat kepada jemaat di Roma di mana ia mengungkapkan pengalamannya bahwa lebih baik mati dan bertemu Yesus dari pada menjadi raja seluruh dunia (surat Roma 5:3-6). Dan baginya, dekat dengan pedang berarti dekat dengan Allah (surat Smyrna 4:2). Jelaslah bagi kita bahwa tindakan kemartiran membawa pada persatuan dengan Tuhan.
Kedua, menjadi kediaman Kristus. Santo Ignasius sungguh meyakini kehadiran Allah dalam hati umat beriman. Menurutnya, jiwa orang Kristen merupakan Bait Kristus. Karena itu, Dia mengajak umat beriman untuk membuka diri bagi Kristus dan membiarkan-Nya tinggal dalam diri kita. Ajakan ini terungkap dalam suratnya kepada Jemaat di Efesus, ”Marilah kita melakukan segala sesuatu dengan keyakinan bahwa Dia tinggal dalam kita. Hal ini berarti kita menjadi bait-Nya dan Dia akan menjadi Allah kita. Ini adalah kebenaran...” (15:3).
Ketiga, berada dalam Kristus. Menurut Ignasius, Kristus tidak hanya tinggal dalam diri kita, tetapi kita juga berusaha untuk bersatu dalam Kristus. Bersatu dalam Kristus yang dimaksudkan oleh Ignasius lebih pada soal persatuan dalam komunio, ibadat, dan ketaatan yang berada dalam iman akan Kristus. Sebab bagi Ignasius persatuan dengan Kristus harus diungkapkan dalam persekutuan dengan jemaat. Seperti yang terungkap dalam suratnya kepada Jemaat di Magnesia, ”Saya berdoa agar di dalamnya ada persatuan berdasarkan tubuh dan roh Yesus Kristus yang merupakan kehidupan kekal bagi kita, persatuaan iman dan cinta tetapi terutama persatuaan dengan Yesus dan Bapa” (Magnesia 1:2).
3. Relevansi Ajaran Mistik Ignasius dari Antiokhia
Pada bagian sebelumnya telah diuraikan ajaran rohani Ignasius tentang mistik. Pada hakekatnya mistik menurut Ignasius adalah persatuan yang utuh dengan Yesus Kristus. Persatuan ini ditandai dengan meniru Kristus, menjadi kediaman Kristus, dan berada dalam Kristus. Ajaran ini bertolak dari realitas kehidupan umat yang dihadapinya. Maka sangat tampak relevansi ajaran Ignatius bagi zamannya.
Apakah ajaran mistik ini masih relevan bagi kristianitas dewasa ini? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu melihat realitas kristianitas yang sering kita temukan dewasa ini.
Pertama, meniru Kristus. Hal yang paling menonjol dalam hal ini yakni kemartiran. Kemartiran dalam hal ini tidak dipahami dalam arti tegas, yakni mati dibunuh, dibakar, atau pun dipenggal kepalanya demi mempertahankan iman seperti yang telah ditunjukkan oleh St. Ignatius sendiri. Kemartiran dewasa ini kita pahami sebagai sikap mempertahankan iman kita terhadap pengaruh-pengaruh yang memudarkan bahkan mencabut iman kita dan siap menerima konsekuensi apa saja demi iman kita. Realitas yang bisa kita katakan untuk hal ini yakni banyak orang yang meninggalkan iman kekatolikannya dan memeluk agama lain (misalnya Kristen Protestan, Islam, dan agama-agama yang lain). Banyak hal yang menjadi alasan mengapa terjadi perpindahan ini. Namun yang paling krusial dan mendasar yakni persoalan iman. Banyak orang Kristen yang tidak tegas dan teguh dalam imannya hingga kehilangan imannya. Maka dengan sangat mudah bagi orang-orang dari agama lain mempengaruhi mereka. Nilai kemartiran jelas hilang dari kehidupan mereka. Hal lain yang juga bisa kita katakan dari kehidupan kita sehari-hari yakni lemahnya semangat pengorbanan. Banyak orang takut untuk berkorban bagi orang lain.
Kedua, menjadi kediaman Kristus. Hal penting yang bisa kita katakan berkaitan dengan ini yakni kemurnian tubuh sebagai bait suci tempat kediaman Kristus. Realitas yang tampak dewasa ini yakni orang tidak menghargai tubuhnya sendiri sebagai bait suci. Orang sering mencemari tubuhnya dengan tindakan-tindakan amoral dan hawa nafsu. Perkembangan dunia yang semakin pesat juga membuat orang semakin jauh dari Kristus. Orang hanya terbuka pada tawaran-tawaran dunia ketimbang terbuka kepada Kristus.
Ketiga, berada dalam Kristus. Hal penting yang berkaitan dengan ini yang sangat ditekankan oleh Ignasius yakni persatuan dalam jemaat yang terungkap dalam ibadat. Dewasa ini realitas persatuan yang ditekankan oleh Ignasius masih jauh dari harapan. Hal konkret yang bisa kita katakan yakni kurang adanya persatuan antara imam dan umatnya. Banyak kali kita menyaksikan konflik antara imam dan umatnya yang berujung pada perpecahan dalam Gereja.
Ketiga realitas yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa ajaran mistik Ignasius masih sangat relevan bagi kehidupan kristianitas dewasa ini. Di tengah dunia yang semakin berubah, kita dituntut untuk menyikapinya secara kritis dengan terus memperhatikan relasi kita dengan Allah yang kita imani. Kita harus menjadikan Kristus sebagai teladan, dan menyediakan diri kita sebagai Bait Suci bagi-Nya, dan selalu bersatu dengan-Nya dalam Gereja.
Daftar Pustaka
Komisi Liturgi KWI. Anggota Keluarga Allah. Yogyakarta: Kanisius, 1974.
Quasters, Johanes. Patrology Vol I-The Beginings of Patristics Literature Friom the Apostles Creed to Irenaeus. Christian Clasic, Inc. Westminster: Maryland, 1992.
[1] Komisi Liturgi KWI. Anggota Keluarga Allah. Yogyakarta: Kanisius, 1974, hlm. 45.
[2] Johanes Quasters. Patrology Vol I-The Beginings of Patristics Literature From the Apostles Creed to Irenaeus. Christian Clasic, Inc. Westminster, Maryland: 1992, hlm. 64.
[3] Ibid., hal. 70-72.
SANTO IGNASIUS DARI ANTIOKHIA
- Riwayat Hidup Santo Ignasius
Ketika ia menjabat sebagai uskup di Antiokhia, umat kristiani sering dipengaruhi oleh aliran sesat (Docetisme) dan kekuasaan Kaisar Romawi yang sewenang-wenang. Ignasius merupakan seorang uskup yang menjadi figur untuk diteladani oleh umat kristiani. Maka, Kaisar berusaha untuk menghukum mati Ignasius karena mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi pertumbuhan iman umat akan Yesus Kristus. Kaisar berpikir bahwa dengan menghukum mati Ignasius, maka ia dengan mudah menindas umat kristiani.
Ignasius akhirnya dihukum mati karena kesetiaan imannya akan Yesus Kristus pada masa pemerintahan Kaisar Trajanus (98-117). Ia dibawa ke Roma untuk diadili. Kaisar memutuskan agar ia dijadikan santapan binatang buas. Sebelum dihukum mati banyak umatnya yang berjuang agar ia dibebaskan. Tetapi ia menolak perjuangan mereka. Ia mengatakan, “Aku ini gandum Kristus yang harus digiling oleh geraham binatang buas menjadi roti murni”.[1] Dalam perjalanannya ke Roma, ia menulis tujuh buah surat kepada umat kristiani di Efesus, Magnesia, Tralles, Philadelphia, Smyrna, kepada Polycarpus uskup Smyrna, dan yang paling penting adalah kepada Gereja di Roma.
Surat-surat ini berisikan tentang kenangan akan hidup dan pekerjaannya, ucapan terima kasih kepada umat atas simpati yang diberikan kepadanya, juga nasihat agar umat tetap bersatu dengan Pemimpin Gereja dan menjauhkan diri dari berbagai macam aliran sesat, bersatu dalam iman dan kurban, dan nasihat untuk berani menjadi martir.[2]
Ignasius sungguh-sungguh hidup bersatu dengan Yesus. Karena itu, ia tidak mau agar ia berpisah dengan Yesus sampai kapan pun. Karena imannya akan Yesus, ia mati sebagai martir. Persatuannya dengan Yesus Kristus merupakan sebuah ajaran tentang hidup mistik. Karena itu, kami memilih judul paper ini: Mistik Menurut Santo Ignasius dari Antiokhia. Tulisan ini mau membahas ajaran rohani Santo Ignasius dari Antiokhia tentang mistik.
2. Hidup Mistik menurut Ajaran Rohani St. Ignasius dari Antiokhia
Seperti yang terungkap di atas, St. Ignasius menulis surat kepada jemaatnya. Ada banyak hal penting yang ditekankannya agar diperhatikan sekaligus dipraktekan. Dari banyak hal penting itu salah satunya adalah soal hidup mistik. Dia menekankan ini tentu bukan tanpa alasan. Hidup jemaatnya yang jauh dari persatuan dengan Kristus terungkap secara implisit dalam suratnya, seperti perpecahan dalam jemaat, ketakutan untuk menjadi martir Kristus (surat Roma), dan mengimani ajaran sesat (surat Efesus, Roma. Magnesia, Tralles).
Adapun gambaran hidup mistik yang dianjurkan oleh St. Ignasius untuk dihayati jemaatnya adalah sebagai berikut:[3] Pertama, meniru Kristus. Dalam kehidupannya, Santo Ignasius selalu berupaya untuk meniru Kristus. Penghayatan yang sama sangat diinginkan Ignasius untuk dilakukan oleh jemaatnya. Ia menginginkan agar jemaatnya mengenakan prinsip-prinsip dan keutamaan-keutamaan Kristus. Seperti Kristus telah meniru Bapa-Nya, kita pun diajak untuk meniru Kristus (surat Philadelphia 7:2). Kata meniru di sini bukan hanya berarti ketaatan pada hukum-hukum moral, bukan pula hidup yang tidak bertentangan dengan ajaran Kristus melainkan juga dengan menyelaraskan diri khususnya dengan sengsara dan kematian-Nya. Menyelaraskan diri dengan sengsara dan kematian Yesus Kristus adalah hal yang sangat diinginkan oleh Ignasius untuk dipraktekkan dalam jemaat. Konkretnya terungkap dalam tindakan kemartiran. Ini ditegaskannya dalam surat kepada jemaat di Roma di mana ia mengungkapkan pengalamannya bahwa lebih baik mati dan bertemu Yesus dari pada menjadi raja seluruh dunia (surat Roma 5:3-6). Dan baginya, dekat dengan pedang berarti dekat dengan Allah (surat Smyrna 4:2). Jelaslah bagi kita bahwa tindakan kemartiran membawa pada persatuan dengan Tuhan.
Kedua, menjadi kediaman Kristus. Santo Ignasius sungguh meyakini kehadiran Allah dalam hati umat beriman. Menurutnya, jiwa orang Kristen merupakan Bait Kristus. Karena itu, Dia mengajak umat beriman untuk membuka diri bagi Kristus dan membiarkan-Nya tinggal dalam diri kita. Ajakan ini terungkap dalam suratnya kepada Jemaat di Efesus, ”Marilah kita melakukan segala sesuatu dengan keyakinan bahwa Dia tinggal dalam kita. Hal ini berarti kita menjadi bait-Nya dan Dia akan menjadi Allah kita. Ini adalah kebenaran...” (15:3).
Ketiga, berada dalam Kristus. Menurut Ignasius, Kristus tidak hanya tinggal dalam diri kita, tetapi kita juga berusaha untuk bersatu dalam Kristus. Bersatu dalam Kristus yang dimaksudkan oleh Ignasius lebih pada soal persatuan dalam komunio, ibadat, dan ketaatan yang berada dalam iman akan Kristus. Sebab bagi Ignasius persatuan dengan Kristus harus diungkapkan dalam persekutuan dengan jemaat. Seperti yang terungkap dalam suratnya kepada Jemaat di Magnesia, ”Saya berdoa agar di dalamnya ada persatuan berdasarkan tubuh dan roh Yesus Kristus yang merupakan kehidupan kekal bagi kita, persatuaan iman dan cinta tetapi terutama persatuaan dengan Yesus dan Bapa” (Magnesia 1:2).
3. Relevansi Ajaran Mistik Ignasius dari Antiokhia
Pada bagian sebelumnya telah diuraikan ajaran rohani Ignasius tentang mistik. Pada hakekatnya mistik menurut Ignasius adalah persatuan yang utuh dengan Yesus Kristus. Persatuan ini ditandai dengan meniru Kristus, menjadi kediaman Kristus, dan berada dalam Kristus. Ajaran ini bertolak dari realitas kehidupan umat yang dihadapinya. Maka sangat tampak relevansi ajaran Ignatius bagi zamannya.
Apakah ajaran mistik ini masih relevan bagi kristianitas dewasa ini? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu melihat realitas kristianitas yang sering kita temukan dewasa ini.
Pertama, meniru Kristus. Hal yang paling menonjol dalam hal ini yakni kemartiran. Kemartiran dalam hal ini tidak dipahami dalam arti tegas, yakni mati dibunuh, dibakar, atau pun dipenggal kepalanya demi mempertahankan iman seperti yang telah ditunjukkan oleh St. Ignatius sendiri. Kemartiran dewasa ini kita pahami sebagai sikap mempertahankan iman kita terhadap pengaruh-pengaruh yang memudarkan bahkan mencabut iman kita dan siap menerima konsekuensi apa saja demi iman kita. Realitas yang bisa kita katakan untuk hal ini yakni banyak orang yang meninggalkan iman kekatolikannya dan memeluk agama lain (misalnya Kristen Protestan, Islam, dan agama-agama yang lain). Banyak hal yang menjadi alasan mengapa terjadi perpindahan ini. Namun yang paling krusial dan mendasar yakni persoalan iman. Banyak orang Kristen yang tidak tegas dan teguh dalam imannya hingga kehilangan imannya. Maka dengan sangat mudah bagi orang-orang dari agama lain mempengaruhi mereka. Nilai kemartiran jelas hilang dari kehidupan mereka. Hal lain yang juga bisa kita katakan dari kehidupan kita sehari-hari yakni lemahnya semangat pengorbanan. Banyak orang takut untuk berkorban bagi orang lain.
Kedua, menjadi kediaman Kristus. Hal penting yang bisa kita katakan berkaitan dengan ini yakni kemurnian tubuh sebagai bait suci tempat kediaman Kristus. Realitas yang tampak dewasa ini yakni orang tidak menghargai tubuhnya sendiri sebagai bait suci. Orang sering mencemari tubuhnya dengan tindakan-tindakan amoral dan hawa nafsu. Perkembangan dunia yang semakin pesat juga membuat orang semakin jauh dari Kristus. Orang hanya terbuka pada tawaran-tawaran dunia ketimbang terbuka kepada Kristus.
Ketiga, berada dalam Kristus. Hal penting yang berkaitan dengan ini yang sangat ditekankan oleh Ignasius yakni persatuan dalam jemaat yang terungkap dalam ibadat. Dewasa ini realitas persatuan yang ditekankan oleh Ignasius masih jauh dari harapan. Hal konkret yang bisa kita katakan yakni kurang adanya persatuan antara imam dan umatnya. Banyak kali kita menyaksikan konflik antara imam dan umatnya yang berujung pada perpecahan dalam Gereja.
Ketiga realitas yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa ajaran mistik Ignasius masih sangat relevan bagi kehidupan kristianitas dewasa ini. Di tengah dunia yang semakin berubah, kita dituntut untuk menyikapinya secara kritis dengan terus memperhatikan relasi kita dengan Allah yang kita imani. Kita harus menjadikan Kristus sebagai teladan, dan menyediakan diri kita sebagai Bait Suci bagi-Nya, dan selalu bersatu dengan-Nya dalam Gereja.
Daftar Pustaka
Komisi Liturgi KWI. Anggota Keluarga Allah. Yogyakarta: Kanisius, 1974.
Quasters, Johanes. Patrology Vol I-The Beginings of Patristics Literature Friom the Apostles Creed to Irenaeus. Christian Clasic, Inc. Westminster: Maryland, 1992.
[1] Komisi Liturgi KWI. Anggota Keluarga Allah. Yogyakarta: Kanisius, 1974, hlm. 45.
[2] Johanes Quasters. Patrology Vol I-The Beginings of Patristics Literature From the Apostles Creed to Irenaeus. Christian Clasic, Inc. Westminster, Maryland: 1992, hlm. 64.
[3] Ibid., hal. 70-72.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar